Perkembangan Peserta Didik

Label:

Peranan Lingkungan BAB  VIII. Perkembangan Hubungan Sosial
1.     Permasalahan
Arus adalah seorang remaja yang berusia 19 tahun. Pada waktu usia 16 tahun sampai dengan 18 tahun dia mengalami  pelecehan seksual. Di usianya yang sekarang dia merasa tidak percaya diri dan cenderung menutup diri apabila bila bergaul dengan teman-teman sebayanya. Selain itu intensitas komunikasi dengan kedua orang tuanya juga sangat kurang dikarenakan sibuk bekerja. Hal apakah yang harus kita lakukan sebagai guru, orang tua, dan masyarakat untuk memperbaiki perkembangan sosialnya berjalan dengan baik di lingkungan dunia pendidikan keluarga, sekolah dan masyarakat?


2.     Solusi
Remaja yang dalam masa mencari dan ingin menentukan jati dirinya memiliki sikap yang terlalu tinggi menilai dirinya atau sebaliknya. Mereka belum memahami benar tentang norma-norma sosial yang berlaku di dalam kehidupan bermasyarakat. Keduanya dapat menimbulkan hubungan sosial yang kuarang serasi, karena mereka sukar untuk menerima norma sesuai dengan kondisi dalam kelompok atau masyarakat. Sikap menentang dan sikap canggung dalam pergaulan akan merugikan kedua belah pihak. Oleh karena itu, diperlukan adanya upaya pengembangan hubungan sosial remaja yang diawali dari lingkungan keluarga, sekolah serta lingkungan masyarakat.

Lingkungan Keluarga

Orang tua hendaknya mengakui kedewasaan remaja dengan jalan memberikan kebebasan terbimbing untuk mengambil keputusan dan tanggung jawab sendiri. Iklim kehidupan keluarga yang memberikan kesempatan secara maksimal terhadap pertumbuhan dan perkembangan anak akan dapat membantu anak memiliki kebebasan psikologis untuk mengungkapkan perasaannya.  Dengan cara demikian, remaja akan merasa bahwa dirinya dihargai, diterima, dicintai, dan  dihormati sebagai manusia oleh orang tua dan anggota keluarga lainnya.

Dalam konteks bimbingan orang tua terhadap remaja, Hoffman (1989) mengemukakan tiga jenis pola asuh orang tua yaitu :

Pola asuh bina kasih (induction)

Yaitu pola asuh yang diterapkan orang tua dalam mendidik anaknya dengan senantiasa memberikan penjelasan yang masuk akal terhadap setiap keputusan dan perlakuan yang diambil oleh anaknya.

Pola asuh unjuk kuasa (power assertion)

Yaitu pola asuh yang diterapkan orang tua dalam mendidik anaknya dengan senantiasa memaksakan kehendaknya untuk dipatuhi oleh anak meskipun anak tidak  dapat menerimanya.


 
Pola asuh lepas kasih (love withdrawal)

Yaitu pola asuh yang diterapkan orang tua dalam mendidik anaknya dengan cara menarik sementara cinta kasihnya ketika anak tidak menjalankan apa yang dikehendaki orang tuanya, tetapi jika anak sudah mau melaksanakan apa yang dihendaki orang tuanya maka cinta kasihnya itu dikembalikan seperti sediakala. Dalam konteks pengembangan kepribadian remaja, termasuk didalamnya pengembangan hubungan sosial, pola asuh yang disarankan oleh Hoffman (1989) untuk diterpakan adalah pola asuh bina kasih (induction). Artinya, setiap keputusan yang diambil oleh orang tua tentang anak remajanya atau setiap perlakuan yang diberikan orang tua terhadap anak remajanya harus senantiasa disertai dengan penjelasan atau alasan yang rasional. Dengan cara demikian, remaja akan dapat mengembangkan pemikirannya untuk kemudian mengambil keputusan mengikuti atau tidak terhadap keputusan atau perlakuan orang tuanya







Lingkungan Sekolah

Di dalam mengembankan hubungan social remaja, guru juga harus mampu mengembangkan proses pendidikan yang bersifat demokratis, guru harus berupaya agar pelajaran yang diberikan selalu cukup menarik minat anak, sebab tidak jarang anak menganggap pelajaran yang diberikan oleh guru kepadanya tidak bermanfaat. Tugas guru tidak hanya semata-mata mengajar tetapi juga mendidik. Artinya, selain menyampaikan pelajaran sebagai upaya mentransfer pengetahuan kepada peserta didik, juga harus membina para peserta didik menjadi manusia dewasa yang bertanggung jawab. Dengan demikian, perkembangan hubungan sosial remaja akan dapat berkembang secara maksimal.


Lingkungan Masyarakat

Penciptaan kelompok sosial remaja perlu dikembangkan untuk memberikan rangsang kepada mereka kearah perilaku yang bermanfaat. Perlu sering diadakan kegiatan kerja bakti , bakti karya untuk dapat mempelajari remaja bersosialisasi sesamanya dan masyarakat .

BAB  IX. Perkembangan Kemandirian

1.     Permasalahan

Bagaimanakah peranan orang tua, sekolah dan lingkungan masyarakat dalam pembentukan kemandirian remaja (peserta didik)?


2.     Solusi

Secara hakiki, perkembangan kemandirian individu sesungguhnya merupakan perkembangan hakikat eksistensial manusia. Kemandirian yang sehat adalah yang sesuai dengan hakikat manusia yang paling dasar. Perilaku mandiri adalah perilaku memelihara hakikat eksistensi diri. Oleh sebab itu, kemandirian bukanlah hasil dari proses internalisasi aturan otoritas melainkan suatu proses perkembangan diri sesuai dengan hakikat eksistensi manusia. Maka untuk mencapai itu semua di butuhkan aspek-aspek yang sangat mendukung dalam perkembangan kemandirian seorang remaja, yaitu melalui peranan orang tua, sekolah dan lingkungan masyarakat.

                       I.            Peranan Orang Tua

Peranan orang tua dalam pembentukan kemandirian dalam diri seorang remaja adalah sebagai pembentuk landasan awal proses menuju kemandirian. Dalam hal ini yaitu melalui pola asuh yang di terapkan oleh orang tua. Orang tua yang banyak melarang anaknya untuk melakukan sesuatu dapat menghambat perkembangan kemandirian anaknya. Sebaliknya, orang tua yang bisa menciptakan rasa aman dalam interaksi  keluarganya akan dapat mendorong kelancaran perkembangan kemandirian. Selain itu orang tua jangan selalu menuruti semua keinginan anaknya dan biarkan meraka untuk berusaha sendiri dalam melakukan segala sesuatu. Akan tetapi apabila seorang anak sudah tidak bisa atau tidak mampu melakukan jangan mencaci maki (mengeluarkan kata-kata kotor) tetapi kita memberikan bantuan dan pujian atas kerja kersanya.



                     II.            Peranan Sekolah

Peranan sekolah yaitu sebagai pembentuk kemandirian yang ada dalam diri remaja. Proses pendidikan di sekolah yang tidak mengembangkan demokratisasi pendidikan dan cenderung menekankan indoktrinasi tanpa argumentasi akan menghambat perkembangan kemandirian remaja. Proses pendidikan yang lebih menekankan pentingnya penghargaan terhadap potensi anak, pemberian reward, dan penciptaan kompetisi yang sehat dan positif dalam proses belajar akan memperlancar perkembangan kemandirian remaja.


                  III.             

Peranan lingkungan yaitu sebagai sarana aplikasi dan pengawas dari kemandirian yang sudah di miliki oleh remaja. Lingkungan masyarakat yang aman, menghargai ekspresi potensi remaja dalam bentuk berbagai kegiatan-kegiatan positif dan tidak terlalu hirarkis akan merangsang dan mendorong bagi perkembangan kemandirian remaja. 



BAB  X. Perkembangan bahasa
1.     Permasalahan

Dimasa sekarang ini, anak-anak remaja lebih suka menggunakan bahasa gaul atau bahasa alay di bandingkan menggunakan bahasa Indonesia yang baik dan benar dalam berkomunikasi dengan sesamanya. Apalagi jika kita melihat hasil rata-rata ujian mata pelajaran bahasa Indonesia di kalangan SMP sangat jauh berbeda dengan mata pelajaran lainnya. Sehingga menimbulkan pertanyaan, mengapa para remaja lebih senang menggunakan bahasa gaul dibandingkan dengan menggunakan bahasa Indonesia yang baik dan benar?


2.     Solusi

Bahasa gaul yang digunakan anak remaja alay ini sudah menjalar ke mana-mana. Anak kecil pun mengetahui gaya bahasa ini. Sangat disayangkan sekali, anak kecil yang sebenarnya mampu menyerap banyak kata terpaksa menyerap kata-kata yang tidak baku dalam bahasa Indonesia.
Karakteristik perkembangan bahasa remaja sesungguhnya di dukung oleh perkembangan kognitif yang menurut Jean Peaget telah mencapai tahap operasional formal. Sejalan dengan perkembangan psikis remaja berada pada fase pencarian jati diri, maka ada tahap kemampuan berbahasa pada remaja yang berbeda dari tahap-tahap sebelum atau sesudahnya yang kadang-kadang menyimpang dari norma umum; seperti munculnya istilah-istilah khusus pada remaja. Kalangan remaja lebih memilih untuk berkomunikasi dalam bahasa gaul dibandingkan dengan menggunakan bahasa Indonesia yang baik dan benar di karenakan mereka mersa nyaman dan aman dalam berkomunikasi. Maka tugas kita sebagai pendidik maupun calon pendidik adalah membuat anak-anak remaja merasa nyaman dan aman dalam berkomunikasi dengan menggunakan bahasa Indonesia yang baik dan benar. Selain itu situasi dan kondisi yang menunjang untuk penggunaan bahasa Indonesia yang baik dan benar dengan cara mengajarkannya dari usia dini. Sebenarnya ini adalah tugas bagi orang tua dan guru untuk memperhatikan perkembangan bahasa anak-anaknya. Karena berbahaya sekali jika anak-anak kecil menggunakan gaya bahasa gaul dan alay ini. Mereka bisa menuliskan dan mengucapkannya hingga remaja nanti, sehingga mereka tidak mengetahui yang manakah bahasa Indonesia yang baik dan benar.
            Maka menurut saya sebaiknya penggunaan bahasa ini dimulai dari hal-hal yang sederhana, misalnya memulai penggunaan bahasa Indonesia yang baku dalam lingkungan pendidikan dimulai dari tingkat pendidikan yang rendah. Bahasa Indonesia itu penting diatur oleh Undang-Undang dikarenakan ada beberapa hal yang harus diperhatikan:
1. Bila bahasa Indonesia tidak diatur oleh Undang-Undang, masyarakat akan seenaknya menggunakan bahasa yang mereka anggap itu gaul.
2. Penggunaan bahasa Indonesia yang baku harus digunakan pada situasi      formal.

Manusia bisa karena terbiasa. Jika anak-anak remaja itu sudah terbiasa menulis dengan kata-kata yang salah maka selanjutnya akan salah. Hal ini dapat membuat penggunaan bahasa Indonesia yang baik dan benar, tidak dipakai dan mati. Seharusnya remaja membudidayakan berbahasa yang baik, karena kalau bukan remaja, siapa lagi? Namun, mungkin karena jam pelajaran bahasa Indonesia di sekolah kurang, bisa saja mereka menjadi malas berbahasa yang baik. Atau mereka menganggap guru mereka membosankan, jadi mereka merasa pelajaran bahasa Indonesia pun membosankan, dan mereka tidak peduli dengan tata cara bahasa yang baik dan benar.

Banyak cara untuk membuat remaja menggunakan bahasa Indonesia yang baik dan benar, antara lain:

1.Membiasakan remaja untuk membaca buku-buku penulis Indonesia.

2.Berbicara dengan bahasa yang baik kepada anak remaja.

3.Memperkenalkannya dengan karya sastra sastrawan Indonesia.

4.Mengajaknya sering-sering berlatih menulis dengan bahasa Indonesia yang baik.

4.Tidak mengucapkan bahasa yang kasar kepada anak remaja ketika usianya masih kecil.

Oleh sebab itu, kita sebagai keluarga dan gurunya, semestinya mengawasi penggunaan bahasa pada anak. Jangan sampai mereka terbawa pengaruh yang buruk, yang membuat mereka menggunakan bahasa Indonesia yang buruk pula. Cintailah bahasa Indonesia, karena inilah salah satu kekayaan bangsa kita.


BAB XIII. Tugas-Tugas Perkembangan Remaja



1.     Permasalahan

Dalam suatu komunitas ada seorang remaja laki-laki yang tidak bisa menjalankan tugasnya sebagai laki-laki dengan kata lain dia tidak bisa menerima keadaan fisik dan tidak menggunakannya secara efektif bahwa dia adalah laki-laki. Hal ini menyebabkan dia menjadi penyuka sesama jenis (homoseksual/gay). Kenapa hal ini bisa menyebabkan seorang remaja  tidak bisa menjalakan tugas perkembangan remaja tersebut (lebih memilih menjadi seorang homoseksual/gay) dan apa yang harus kita lakukan supaya seorang remaja bisa melakukan tugas menerima keadaan fisiknya dan menggunakannya secara efektif?   


2.     Solusi

Tugas-tugas perkembanagn itu ada yang dapat di selesaikan dengan baik, tetapi ada juga ada yang mengalami hambatan. Tidak dapat di selesaikan dengan baik suatu tugas perkembangan remaja dapat mnenjadi suatu bahaya potensial. Ada tiga macam bahaya potensial yang dapat menjadi penghambat dalam penyelesaian tugas perkembangan, yaitu:

1.     Harapan-harapam yang kurang tepat, yaitu individu itu sendiri maupun lingkungan sosial mengharapkan perilaku yang di luar kemampuan fisik maupun psikologisnya.

2.     Melangkahi tahap-tahap tertentu dalam perkembangan sebagai akibat kegagalan menguasai tugas-tugas tertentu.

3.     Adanya krisis yang di alami oleh individu karena melewati suatu tingkatan ke tingkatan lain.

Ada beberapa faktor kenapa seorang remaja bisa menjadi gay, yaitu:

v Faktor  biologis. Penyebab biologis terlihat dari perbedaan struktur otak. Struktur otak bagian kiri dan kanan dari laki-laki heterogen sangat jelas terpisah dengan membran yang cukup tebal dan tegas. Sedangkan pada laki-laki gay antara otak bagian kiri dan kanan tidak begitu tegas dan tebal pemisahannya. Ada juga teori mengenai faktor keturunan dalam keluarga yang gay. Seseorang yang gay ada kemungkinan memiliki anggota keluarga (kakek atau paman) yang berorientasi seksual serupa dengannya.

Ø Faktor sosial. Seseorang mengalami pola asuh keliru atau pengalaman buruk di masa lalu disebabkan kekerasan seksual, penelantaran, dan ibu yang dominan menjadi pemicu seseorang menjadi gay. Mereka yang lama bergaul dalam suatu komunitas gay juga kemungkinan besar menjadi gay, seperti kebanyakan orang lain di dalam lingkungannya. Selain itu,seorang pria menjadi gay juga disebabkan karena gabungan dari faktor pengasuhan yang salah dan faktor keturunan.

Adapun hal-hal yang bisa kita lakukan adalah sebagai berikut:

Ø Sekolah dan perguruan tinggi perlu memberikan kesempatan melaksankan kegiatan non-akademik melalui berbagai kegiatan perkumpulan  (organisasi, kegiatan kreati-produktif) dan kegiatan-kegiatan lainnya yang bersifat positif.

Ø Apabila terjadi remaja putra atau putri  yang bertingkah laku tidak sessuai denganjenis kelaminnya, maka perlu di bantu melalui bimbingan dan konseling agar sadar betul terhadap peranan jenis kelaminnya.










0 komentar:

Posting Komentar